ODGJ Sinar Djaja, Orkes Lawas dari Kediri yang Suguhkan Nostalgia di Tengah Riuh Musik Modern

  


 panjalu.online -Di tengah derasnya arus musik kekinian yang terus berkembang, sekelompok musisi asal Kediri memilih untuk tampil beda. Mereka menolak mengikuti tren, dan justru membawa angin segar melalui sajian musik dangdut klasik yang penuh kenangan.

ODGJ Sinar Djaja, nama orkes ini, bukan sekadar grup musik biasa. Alih-alih menjual teknik bermusik semata, mereka menjajakan rasa rindu akan masa lalu. Lagu-lagu yang dibawakan bukan hits TikTok, melainkan tembang lawas dari era 70-an yang sarat memori.

Keunikan mereka langsung mencuri perhatian di antara puluhan penampil di panggung Festival Kuno-Kini 2025. Busana yang dikenakan pun tak kalah mencolok—kemeja bermotif terang, celana cutbray, serta wig kribo menjadi ciri khas yang membedakan mereka dari orkes lainnya.

Namun, jangan salah sangka dengan nama mereka. ODGJ di sini bukan singkatan dari ‘orang dengan gangguan jiwa’, melainkan ‘Orkes Dangdut Gaya Jadul’—sebuah identitas yang mereka bangun dengan penuh totalitas.

“Awalnya ini cuma orkes biasa yang sudah lama ada. Tapi sejak 2023, kami mulai serius dengan konsep jadul, dari lagu sampai kostum,” ungkap Mochamad Rofiq (55), sang pendiri sekaligus gitaris, yang akrab disapa Koplak Gitar.

Orkes ini lahir dari komunitas kecil penggemar musik yang saling terhubung oleh satu benang merah: cinta pada dangdut lama. Mereka datang dari berbagai profesi—dari pensiunan paramedis, pegawai bank, hingga tukang bangunan.

Formasi mereka cukup besar. Sekitar 10 musisi tetap, ditambah penyanyi dan pendukung lainnya, bisa berjumlah total 17 orang. Setiap tampil, mereka tampil penuh semangat, layaknya pertunjukan kolosal mini.

Grup ini dulunya bernama ‘Legenda’ dan sempat memainkan lagu-lagu dangdut secara umum. Namun, saat berkumpul di sebuah warung kopi, muncullah ide untuk mengusung tema dangdut klasik secara utuh. Konsep ini akhirnya disepakati sebagai identitas baru mereka.

Berbasis di Desa Ringinsari, Kecamatan Kandat, mereka kini konsisten membawakan lagu-lagu karya legenda seperti Ida Laila, Elvy Sukaesih, hingga Rhoma Irama. Namun mereka membatasi diri hanya pada lagu-lagu rilisan tahun 1970 hingga pertengahan 1980-an.

“Kami ingin menjaga keaslian. Jadi aransemennya pun kami buat sesederhana mungkin, mendekati versi aslinya. Itu bentuk penghormatan kami pada para maestro dangdut Indonesia,” jelas Rofiq.

Yang membuat mereka berbeda adalah cara mereka mengemas pertunjukan. Bukan hanya sang vokalis yang aktif menghibur penonton, tapi seluruh personel pun turut berinteraksi dengan gaya yang menghidupkan suasana. Semua tampil kompak dalam busana retro, menciptakan atmosfer seolah penonton dibawa kembali ke masa lalu.

“Kami ingin menunjukkan bahwa musisi bukan sekadar pengiring. Di panggung, semua punya peran penting untuk menghibur,” lanjutnya.

Meski paham bahwa genre mereka tidak sepopuler musik arus utama, Rofiq dan rekan-rekannya tetap teguh dengan jalurnya. Mereka sadar bahwa musik ini punya penggemarnya sendiri—bukan sekadar dari kalangan tua, tapi juga anak muda yang mulai tertarik dengan gaya retro yang kini sedang naik daun.

“Kami tahu market kami segmented. Tapi justru itu yang jadi kekuatan kami. Kami hadir untuk membangkitkan memori kolektif generasi yang tumbuh di masa itu,” tutur Rofiq.

Tak heran jika penampilan mereka di Festival Kuno-Kini 2025 yang digelar di kawasan Simpang Lima Gumul, kemarin sore (25/5), sukses menyedot perhatian penonton lintas usia. ODGJ Sinar Djaja membuktikan bahwa kenangan tidak pernah lekang oleh waktu, dan musik jadul masih punya tempat istimewa di hati banyak orang.(red.a)

Post a Comment

Previous Post Next Post