MAKKAH, panjalu.online— Menjelang puncak pelaksanaan ibadah haji yang akan berlangsung pekan depan, ribuan jemaah Indonesia mulai mempersiapkan diri secara lahir dan batin untuk menghadapi rangkaian ibadah di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna). Salah satu bentuk kesiapan spiritual tersebut ditunjukkan oleh Direktur Multazam Alhadi Tour and Travel, Syamsul Hadi, yang memimpin doa bersama bagi para jemaah di salah satu hotel tempat mereka menginap di Makkah.
Pria yang akrab disapa Abah Syamsul ini menegaskan pentingnya kesiapan batin menjelang momentum wukuf di Arafah. “Di Arafah itu tempat paling mustajab untuk berdoa. Maka kita harus hadir di sana dengan hati yang bersih, penuh harap kepada Allah,” ujarnya, Kamis (29/5). Ia mengimbau para jemaah agar menjaga kondisi fisik dengan istirahat cukup dan memperbanyak dzikir, doa, serta istighfar.
Selain pakaian ihram dan kelengkapan fisik lainnya, niat tulus dan persiapan rohani menjadi elemen utama dalam menyambut puncak ibadah ini. “Kami tekankan juga kepada jemaah untuk tidak melanggar larangan ihram selama di Armuzna. Mulai dari ucapan sia-sia, emosi, hingga tindakan yang dilarang dalam kondisi berihram,” tegas Abah Syamsul. Ia pun mengingatkan pentingnya muhasabah diri dan taubat sebelum memasuki Arafah.
Namun, semangat spiritual jemaah tersebut tak sejalan dengan kondisi lapangan. Gelombang keresahan muncul di kalangan jemaah asal Kabupaten Kediri, khususnya yang tergabung dalam kloter 86. Rombongan yang mayoritas merupakan jemaah lanjut usia (risti) itu menghadapi situasi tidak ideal begitu tiba di Makkah, Rabu (28/5) sore.
Salah satu jemaah, Trubus dari Kecamatan Badas, mengaku bingung karena ia terpisah dari istrinya saat penempatan hotel. “Saya tidak tahu istri saya diturunkan di hotel mana. Saya sekarang di kamar hotel nomor 1005,” ujarnya cemas. Kondisi ini diperparah dengan belum diketahuinya lokasi koper-koper mereka. Beberapa jemaah bahkan harus mencari koper sendiri dari hotel ke hotel, lantaran penempatan koper dilakukan secara acak oleh petugas setempat.
Yang paling meresahkan, menurut sejumlah jemaah, adalah edaran terbaru dari Panitia Penyelenggara Ibadah Haji Indonesia (PPIH) terkait teknis keberangkatan ke Arafah. Berdasarkan informasi dari Pemerintah Arab Saudi, manifest keberangkatan ke Armuzna sepenuhnya diatur oleh syarikah (perusahaan transportasi lokal), bukan lagi berdasar struktur regu dan rombongan yang dibentuk di Tanah Air.
Artinya, jemaah bisa saja berangkat tanpa didampingi petugas atau pembimbing ibadah yang sebelumnya sudah ditunjuk. Hal ini membuat banyak jemaah cemas akan terlantar saat wukuf. "Kami sudah tua, kalau tidak ada pembimbing, kami takut salah niat, salah manasik, dan tidak maksimal ibadahnya," kata Arifin, jemaah asal Desa Puhsarang, Kecamatan Semen.
Sejumlah pihak meminta agar Kemenag dan PPIH memperjuangkan penyesuaian sistem keberangkatan agar jemaah tetap bisa berangkat bersama pembimbing masing-masing. Apalagi untuk jemaah lansia dan risti, keberadaan pembimbing ibadah adalah keharusan, bukan pilihan.
"Ibadah haji adalah perjalanan suci yang penuh makna, jangan sampai jadi perjalanan penuh kebingungan," pungkas salah satu pembimbing.(red.a)
Post a Comment