Eri Cahyadi Bangun Karakter Anak Lewat Rumah dan Lingkungan, Bukan Sergap Jalanan

  


Surabaya,panjalu.online –Alih-alih menggunakan metode konfrontatif seperti yang kerap dilakukan oleh Kang Dedi Mulyadi dalam menangani kenakalan remaja, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi memilih pendekatan yang lebih humanis dan berkelanjutan. Ia meyakini bahwa pembentukan karakter anak tak bisa dipisahkan dari kondisi rumah dan lingkungan tempat mereka tumbuh.

Dalam unggahan di akun Instagram pribadinya, Eri menulis, “Tidak ada anak yang nakal sejak lahir. Semua itu bermula dari lingkungan dan keluarga yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya.” Ungkapan ini mencerminkan filosofi yang ia pegang teguh dalam membina generasi muda Surabaya.

Bagi Eri, rumah bukan sekadar tempat berteduh, melainkan sekolah pertama yang menjadi pijakan moral seorang anak. Di sanalah seharusnya anak belajar tentang kasih sayang, kedisiplinan, dan nilai-nilai kebajikan. Oleh karena itu, pencegahan terhadap potensi kenakalan seperti narkoba, kekerasan, maupun penyimpangan sosial lainnya harus dimulai dari rumah.

“Kalau ingin anak-anak kita tumbuh baik, maka rumahnya harus sehat secara psikologis, lingkungan sekitarnya juga harus mendukung. Ini tanggung jawab bersama, bukan cuma tugas guru atau aparat,” tegas Eri.

Namun, ia juga menyadari bahwa tidak semua anak mendapat keberuntungan tumbuh dalam kondisi rumah yang ideal. Bagi anak-anak yang telah terseret ke dalam pergaulan jalanan, solusi bukanlah penghakiman, tapi pendampingan. Karena itu, Pemkot Surabaya mengembangkan sejumlah program pembinaan yang menyentuh akar permasalahan mereka.

Salah satunya adalah Rumah Ilmu Arek Suroboyo (RIAS), yang beroperasi di bawah naungan UPTD Kampung Anak Negeri di kawasan Mulyorejo dan Rungkut. Di tempat ini, anak-anak yang sempat tersesat diberi kesempatan kedua untuk memperbaiki hidup. Mereka dibekali pelatihan keterampilan, pendampingan spiritual, hingga pendidikan karakter dan kebangsaan.

“RIAS bukan tempat pembuangan, tapi tempat pembentukan. Kami tidak hanya sekadar menyelamatkan, tapi juga mempersiapkan mereka kembali ke masyarakat dengan kemampuan yang lebih baik,” kata Eri.

Program ini telah berjalan selama bertahun-tahun dan telah menyentuh ratusan anak yang sebelumnya terancam kehilangan arah. Mereka yang pernah hidup di jalanan kini mampu menghasilkan kerajinan tangan, memahami pentingnya kedisiplinan, serta mengenal lebih dalam arti menjadi warga negara yang baik.

Kunci keberhasilan pendekatan ini, menurut Eri, ada pada sinergi. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. “Peran orang tua sangat penting. Tanpa keterlibatan aktif dari mereka, semua usaha akan sia-sia,” jelasnya.

Dalam pandangannya, membangun karakter anak bukanlah pekerjaan sepihak. Dibutuhkan kolaborasi antara keluarga, masyarakat, sekolah, dan pemerintah. Orang tua harus berperan sebagai pendidik utama, bukan hanya menyerahkan tanggung jawab ke pihak lain.

“Anak-anak bukan produk instan. Mereka hasil dari proses yang panjang dan kompleks. Dan proses itu dimulai dari rumah,” pungkasnya.

Dengan pendekatan berbasis kasih sayang, pencegahan dini, dan kerja sama lintas sektor, Eri Cahyadi berharap Surabaya akan melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kuat secara moral dan emosional.(red.a)

Post a Comment

Previous Post Next Post