panjalu.online-Isu terkait rencana perpanjangan usia pensiun Aparatur Sipil Negara (ASN) kembali mencuat dan menjadi sorotan publik setelah terbitnya Surat Edaran (SE) Nomor B-122/KU/V/2025 yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan pada 15 Mei 2025.
Walaupun SE tersebut tidak secara gamblang menyatakan perubahan batas usia pensiun, isinya membuka ruang diskusi lebih lanjut mengenai arah kebijakan kepegawaian nasional, termasuk kemungkinan revisi terhadap usia pensiun ASN.
Ketua DPR RI, Dr. (H.C.) Puan Maharani, menyampaikan sikapnya secara tegas terhadap wacana tersebut. Ia mengingatkan bahwa usulan memperpanjang usia pensiun hingga 70 tahun seperti yang disampaikan oleh Korpri Nasional tidak bisa langsung dijadikan kebijakan tanpa pertimbangan mendalam.
“Perlu ada kajian serius dan menyeluruh. Prioritas kita harus memastikan bahwa ASN tetap bekerja secara efisien dan profesional, serta memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat,” ujar Puan dalam wawancara bersama TV Parlemen.
Politikus dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu juga menggarisbawahi pentingnya kehati-hatian dalam pengelolaan keuangan negara. Menurutnya, sebuah kebijakan sebesar itu harus berbasis pada data yang kuat dan analisis menyeluruh, bukan sekadar dorongan emosional atau tren sesaat.
“Jangan sampai justru menambah beban anggaran negara. Semuanya harus transparan dan logis,” tambahnya.
Mendukung Kompetensi ASN, Tapi Jangan Abaikan Risiko Fiskal
Gagasan perpanjangan usia pensiun ASN sebenarnya bukan hal baru. Ketua Umum Korpri Nasional, Zudan Arif Fakrullah, sebelumnya mengusulkan agar usia pensiun dapat mengikuti dinamika perkembangan zaman dan peningkatan kualitas hidup.
Ia menyebut bahwa kemajuan di bidang medis dan meningkatnya usia harapan hidup memungkinkan sejumlah ASN, terutama yang menjabat posisi fungsional strategis, untuk tetap aktif hingga usia 70 tahun.
Namun, Zudan menegaskan bahwa usulan ini tidak berlaku secara menyeluruh. Hanya posisi tertentu yang dinilai membutuhkan keahlian mendalam dan pengalaman luas yang akan masuk dalam skema tersebut.
Meski begitu, pendapat masyarakat terbelah. Sebagian menganggap bahwa memasuki usia 70 tahun, risiko kesehatan semakin besar, dan hal ini dapat berdampak langsung terhadap kualitas serta kecepatan layanan publik.
Antara Profesionalisme dan Regenerasi ASN
Ketua DPR menambahkan bahwa semangat reformasi birokrasi harus tetap dijaga. Ia menilai bahwa kebijakan usia pensiun yang terlalu panjang bisa menghambat regenerasi dan memperlambat dinamika organisasi.
“Pertanyaannya bukan hanya bisa atau tidaknya ASN bekerja di usia 70 tahun, tapi apakah perpanjangan itu benar-benar akan berdampak positif terhadap pelayanan dan tata kelola birokrasi?” ungkap Puan.
Ia juga menekankan bahwa stagnasi dalam jenjang karier ASN muda bisa terjadi jika banyak posisi strategis tetap ditempati oleh pejabat senior dalam waktu yang lama.
Di sisi fiskal, ada potensi lonjakan anggaran belanja pegawai jika masa aktif ASN diperpanjang. Pemerintah harus menghitung secara teliti dampaknya terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) agar tidak menimbulkan ketidakseimbangan keuangan.
Perlu Transparansi Pemerintah dan Kajian Terbuka
Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) terkait sikap final atas wacana tersebut. Namun, sejumlah informasi internal menyebutkan bahwa pemerintah sedang menyusun kajian menyeluruh, termasuk menimbang aspek fiskal dan ketersediaan SDM nasional.
Penting untuk dicatat bahwa Surat Edaran Nomor B-122/KU/V/2025 bukan merupakan keputusan akhir, melainkan dokumen pengantar untuk pembahasan lanjutan mengenai penguatan struktur ASN dan potensi penyesuaian kebijakan usia pensiun sebagai bagian dari strategi jangka panjang.
Fokus pada Kompetensi, Bukan Semata Usia
Pengamat kebijakan publik, Dr. Arya Pratama, menyatakan bahwa apapun keputusan akhir nanti, yang terpenting adalah memastikan ASN tetap memiliki integritas tinggi, kompetensi teknis, dan semangat pelayanan.
“Usia hanyalah angka jika semangat dan kemampuan tetap terjaga. Tapi jika kinerja menurun, maka berapapun usianya, hal itu akan berdampak pada kualitas birokrasi,” kata Arya.
Menurutnya, diskusi ini harus dibuka secara luas dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk masyarakat, agar keputusan yang diambil benar-benar mencerminkan kebutuhan bangsa ke depan.
Kini, publik menanti kejelasan dari pemerintah. Apakah usulan ini akan menjadi momentum pembaruan birokrasi, atau justru menjadi potensi beban struktural baru yang menumpuk dalam sistem administrasi negara?(red.a)
Post a Comment