Makkah,panjalu.online – Setelah menuntaskan rangkaian ibadah di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna), para jemaah haji yang memilih nafar awal, yaitu menyelesaikan lempar jumrah hingga tanggal dua belas Zulhijah, kembali menuju penginapan di Makkah pada hari Minggu kemarin.
Sesuai ketentuan, sebelum waktu Ashar tiba, seluruh jemaah diwajibkan meninggalkan tenda di Mina. Banyak di antara mereka yang memanfaatkan waktu subuh untuk bergerak lebih awal demi menyelesaikan lemparan jumrah terakhir.
Dalam pelaksanaan ritual ini, para jemaah harus berjalan kaki menempuh jarak yang cukup jauh. Dari tempat tenda mereka, jemaah melewati sebuah terowongan yang membelah dua bukit dengan panjang sekitar dua kilometer. Ditambah jarak dari tenda ke mulut terowongan minimal lima ratus meter, sehingga total perjalanan pulang-pergi mencapai sekitar lima kilometer.
Bagi jemaah yang bertempat di tenda paling ujung, jarak tempuh bisa mencapai dua kali lipat, bahkan hingga sepuluh kilometer. "Alhamdulillah, tenda saya memang agak jauh, hampir di perbatasan Mina Jadid. Setiap pergi ke Jamarat saya harus berjalan sekitar enam kilometer, jadi total pulang pergi mencapai dua belas kilometer," ujar M. Yusuf, salah satu jemaah asal Plosoklaten.
Perjalanan panjang ini tentu menjadi tantangan berat, terutama bagi jemaah lansia dan yang termasuk kategori risiko tinggi (risti). Beruntung, ibadah lempar jumrah bisa diwakilkan kepada jemaah lain yang lebih kuat, sehingga mereka tetap dapat menjalankan kewajiban tanpa harus memaksakan diri.
Pengamatan dari tim Jawa Pos Radar Kediri menunjukkan bahwa proses mabit di Mina dan pelaksanaan lempar jumrah pada tanggal sepuluh, sebelas, dan dua belas Zulhijah berlangsung dengan lancar. Kondisi medan yang jauh dari tenda telah menjadi pengalaman yang sudah biasa dihadapi para jemaah. Meski ada jemaah yang sempat tersesat saat keluar dari terowongan, semuanya dapat diatasi tanpa hambatan berarti.
Namun, persoalan muncul saat waktu keberangkatan jemaah menuju hotel di Makkah. Para jemaah mengaku tidak menerima informasi yang jelas mengenai jadwal pemberangkatan. Petugas kafilah pun terlihat kesulitan mengatur jadwal karena tidak ada arahan resmi.
“Biasanya jadwal keberangkatan diundi berdasarkan kloter sejak sebelum Armuzna. Kloter yang berangkat duluan ke Armuzna akan diberangkatkan terakhir kembali ke hotel. Tapi kemarin, sama sekali tidak ada pemberitahuan,” ungkap Ahsinil Umam, pembimbing KBIHU yang telah beberapa kali mengikuti ibadah haji.
Meski demikian, pada pukul sepuluh pagi waktu Arab Saudi, sebagian besar jemaah sudah naik bus dan berangkat menuju hotel di Makkah untuk melanjutkan rangkaian ibadah haji.
Dua amalan wajib haji lainnya, yaitu tawaf ifadah dan sai di Masjidil Haram, kini menanti untuk diselesaikan. Karena bis salawat belum beroperasi, rencana selanjutnya adalah berjalan kaki ke Masjidil Haram, yang diperkirakan menempuh jarak sekitar dua belas kilometer.
Perjalanan panjang dari hotel menuju Masjidil Haram, dilanjutkan dengan tawaf dan sai memang melelahkan. Namun, para jemaah menganggap ini sebagai bagian dari perjuangan spiritual, melaksanakan perintah Allah dengan penuh keikhlasan dan ketulusan.
“Semua tantangan ini adalah bagian dari jihad kami dalam menunaikan rukun haji. Kami yakin setiap langkah ini bernilai pahala yang besar,” tutup Yusuf dengan semangat.(red.a)
Post a Comment