SURABAYA, panjalu.online– Forum Solidaritas Madura Indonesia (FSMI) menyatakan akan menggelar aksi unjuk rasa dalam waktu beberapa hari ke depan. Aksi ini merupakan bentuk penolakan terhadap kebijakan Pemerintah Kota Surabaya dalam menertibkan juru parkir yang disebut liar.
Dalam pernyataannya, Koordinator FSMI Surabaya, Baihaqi, menyebut langkah yang diambil Pemkot justru menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat. Terutama, menurutnya, keresahan tersebut banyak terlihat di dunia maya yang dipenuhi berbagai video viral dan pernyataan yang dinilai provokatif.
“Kami menyampaikan sikap tegas terhadap langkah Pemkot Surabaya yang dinilai menimbulkan kegaduhan, apalagi banyak warga Madura yang merasa tersinggung,” ujar Baihaqi saat menyampaikan keterangan tertulis.
FSMI mengaku akan melakukan aksi selama beberapa hari berturut-turut dengan massa dalam jumlah besar. Salah satu titik utama rencana aksi mereka adalah rumah dinas Wali Kota Surabaya, yang menurut mereka merupakan simbol kekuasaan yang harus diberi peringatan.
“Aksi ini akan kami lakukan sebagai bentuk perlawanan atas kebijakan yang kami anggap tidak berpihak pada rakyat kecil,” lanjut Baihaqi dengan nada tegas.
Ia juga menambahkan bahwa aksi ini tidak sekadar soal juru parkir, melainkan menyangkut harga diri dan keadilan sosial. FSMI menilai bahwa penertiban dilakukan tanpa pendekatan yang manusiawi, serta tidak mempertimbangkan dampaknya terhadap kelompok masyarakat tertentu.
Dalam aksi protes yang akan mereka gelar, FSMI membawa sejumlah tuntutan utama yang ditujukan langsung kepada Wali Kota Surabaya. Berikut poin-poin yang mereka soroti:
Mendesak agar Wali Kota berhenti mengeluarkan pernyataan yang dianggap menyakitkan hati masyarakat Madura.
Mengkritik keras berbagai kebijakan yang menciptakan kegaduhan di ruang publik.
Meminta agar fokus kepemimpinan diarahkan pada pembangunan pendidikan dan infrastruktur, bukan pada pencitraan pribadi.
Menyindir gaya komunikasi Wali Kota yang dianggap lebih sering tampil sebagai selebritas media sosial ketimbang pemimpin daerah.
Menolak gaya kepemimpinan yang dinilai otoriter dan tidak membuka ruang dialog.
FSMI juga mengingatkan bahwa aksi ini bisa melumpuhkan aktivitas di berbagai titik penting di Surabaya bila tidak segera ditanggapi. Mereka mengklaim bahwa aspirasi masyarakat bawah harus menjadi prioritas utama dalam setiap kebijakan.
“Jika suara kami terus diabaikan, maka jangan salahkan bila jalan-jalan utama di Surabaya akan kami duduki. Ini bukan sekadar protes, ini bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan,” tutup Baihaqi.(red.a)
Post a Comment