Surabaya, panjalu.online – Suasana penuh emosi mewarnai peluncuran produk kopi "Ramu Kopi" karya Umar Patek, salah satu mantan pelaku terorisme dalam tragedi Bom Bali I tahun 2002. Dalam acara yang digelar di Hedon Estate, Surabaya, Selasa malam (3/6/2025), hadir pula Chusnul Chotimah, penyintas peristiwa tersebut, yang menyampaikan langsung harapan dan doa bagi perjalanan baru Umar.
Chusnul datang dari Sidoarjo dengan hati campur aduk—antara luka masa lalu dan harapan akan perubahan. Dalam momen langka itu, ia menyampaikan langsung kepada Umar harapannya agar tidak hanya kata maaf yang disampaikan, tetapi juga tindakan nyata untuk mendukung keluarga para korban.
“Alhamdulillah Bapak kini menjadi pribadi yang berbeda. Jika Bapak dan para mantan napiter bisa sukses, kami mohon tengoklah juga kehidupan kami yang pernah porak-poranda karena peristiwa itu,” ungkap Chusnul penuh haru.
Meski sebelumnya pernah bertemu Umar di acara mediasi tahun 2011, kali ini ia merasakan nuansa berbeda. Dulu Umar hanya mengatakan satu kata: “maaf.” Kini, ia hadir sebagai sosok baru, dengan secangkir kopi sebagai simbol perubahannya.
Chusnul mengisahkan, dirinya dan mendiang suami sempat diliputi kemarahan mendalam. Bahkan, sang suami pernah berniat membakar rumah pelaku lainnya, Ali Imron. Namun, berkat pendampingan dari BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) dan LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban), perlahan hatinya luluh.
“Dengan hadirnya negara melalui LPSK dan BNPT, kami merasa tidak sendirian. Meski hidup kami sempat jungkir balik, setidaknya ada tangan yang menjangkau,” tuturnya.
Chusnul juga menekankan, para penyintas tidak mengharapkan uang atau kompensasi, tapi lebih kepada kesempatan—misalnya pekerjaan bagi anak-anak mereka yang kesulitan.
“Kalau ada mantan napiter yang berhasil, tolong bantu anak-anak kami dapat pekerjaan. Itu lebih berarti bagi kami daripada bantuan materi,” ucapnya.
Umar Patek mendengarkan semua dengan mata berkaca-kaca. Ia menyampaikan bahwa sebagian hasil dari usaha kopinya akan dialokasikan untuk mendukung keluarga korban, termasuk dalam bentuk kolaborasi ke depan.
“Saya sudah berbicara dengan drg. David, dan kami sedang merancang agar sebagian dari usaha ini bisa memberdayakan keluarga penyintas,” ujar Umar.
"Ramu Kopi", yang merupakan kependekan dari nama "Umar" jika dibalik, menjadi simbol transisinya dari masa lalu kelam menuju kehidupan damai. Beberapa varian kopi seperti signature blend, arabika Ijen, robusta, hingga kopi rempah telah siap diperkenalkan ke publik.
“Dulu saya dikenal karena meracik kehancuran. Sekarang, saya ingin dikenal karena meramu rasa dan menyeduh harapan. Dulu pahit membawa luka, kini pahit membawa penyembuhan,” katanya penuh makna.
Usaha ini bermula dari pertemuannya dengan drg. David Andreasmito, pemilik Hedon Estate. Setelah bebas dari Lapas Porong pada Desember 2022, Umar ditawari bantuan dana, tapi ia menolak. Ia tidak butuh uang, tapi pekerjaan. Hingga akhirnya secangkir kopi buatannya mengubah segalanya.
“Saya hanya suguhkan kopi, lalu beliau bilang: ayo jual kopi ini di kafe saya. Dari situ semua dimulai,” kenangnya.
Peluncuran "Ramu Kopi" turut dihadiri oleh tokoh-tokoh penting, seperti Kepala BNN Komjen Pol Marthinus Hukom (mantan Kepala Densus 88), Bupati Sidoarjo Subandi, serta beberapa tokoh lintas sektor lainnya.
Acara ini bukan sekadar peluncuran produk, tetapi sebuah pesan damai yang kuat: bahwa perubahan itu mungkin, bahwa luka bisa disembuhkan, dan bahwa dari kegelapan pun, secangkir harapan bisa diseduh.(red.a)
Post a Comment