SURABAYA, panjalu.online– Umar Patek, mantan narapidana kasus Bom Bali I, kini tengah menapaki kehidupan baru yang lebih damai dan produktif. Setelah menyelesaikan masa hukumannya, Umar tidak hanya merintis bisnis kopi bertajuk Ramu Kopi, tetapi juga menemukan minat mendalam dalam dunia fotografi makro, sebuah jenis fotografi jarak dekat yang mengeksplorasi detail objek-objek kecil seperti serangga dan bunga.
Minatnya terhadap fotografi makro bermula saat masih menjalani masa tahanan. Ia menonton tayangan televisi yang mengulas tentang fotografi makro menggunakan kamera ponsel dengan tambahan lensa sederhana. Tayangan itu meninggalkan kesan mendalam dan menumbuhkan rasa ingin tahu dalam dirinya.
“Saya terinspirasi dari acara TV yang membahas bagaimana serangga bisa difoto hanya dengan kamera HP. Dari situ, saya tertarik dan mulai bertanya-tanya,” ujar Umar, Kamis (5/6/2025).
Keingintahuannya semakin tumbuh saat ia berdiskusi langsung dengan seorang jurnalis yang datang meliput kegiatan di Lapas Porong. Tak lama setelah bebas pada 7 Desember 2022, Umar mulai memburu peralatan sederhana untuk memotret, termasuk lensa bongkaran kamera yang bisa dijepit ke ponsel.
“Setelah bebas, saya mulai praktik. Awalnya belajar sendiri, mencoba berbagai teknik, dan akhirnya saya memutuskan bergabung dengan komunitas fotografi makro,” tambahnya.
Lewat komunitas ini, Umar tak hanya memperdalam keterampilannya, tetapi juga memperluas pergaulannya. Ia melakukan perjalanan lintas kota hingga ke hutan-hutan bersama sesama pehobi fotografi, yang datang dari beragam latar belakang sosial dan agama.
“Saya pernah hunting foto di malam hari di hutan Baturraden, dan tinggal di rumah sahabat saya yang beragama Nasrani. Di sana saya belajar tentang nilai kebersamaan dan saling menghargai,” kenangnya.
Perjalanan tersebut, menurutnya, menjadi ruang baru dalam memahami arti toleransi, persahabatan, dan kemanusiaan. Ia mengaku tak lagi memandang seseorang dari suku, ras, maupun agama.
“Mentor fotografi saya seorang Nasrani, drg. David. Tapi dia menerima saya tanpa melihat masa lalu saya. Di komunitas ini, saya merasa diterima sebagai sesama anak bangsa,” ucapnya penuh haru.
Kini, di tengah rutinitas mengelola usaha kopinya, Umar kerap menyempatkan waktu untuk berburu foto makro di taman, kebun, atau bahkan pelosok hutan. Ia mengunggah hasil-hasil karyanya di media sosial, sembari terus belajar dari para senior dan rekan sekomunitas.
Langkah Umar menjadi contoh bahwa setiap orang berhak mendapat kesempatan kedua, dan bahwa keindahan bisa ditemukan di tempat yang paling tak terduga—termasuk di balik lensa kamera dan secangkir kopi.(red.a)
Post a Comment