Gresik, panjalu.online–Puluhan album berisi ratusan lembar uang kuno tersusun rapi milik Zubaidi, warga Kelurahan Sidorukun, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik. Hobi mengoleksi uang kuno yang dimulai sejak awal pandemi COVID-19 ini kini menjadi sarana baginya untuk mendalami sejarah perkembangan mata uang di Indonesia.
Zubaidi mulai menekuni hobi ini pada tahun 2020, ketika aktivitas masyarakat dibatasi akibat kebijakan karantina wilayah. Mantan manajer di sebuah perusahaan asing tersebut mulai tertarik setelah sering melihat gambar-gambar uang dengan desain unik di berbagai platform media sosial.
Salah satu koleksi yang paling menarik perhatiannya adalah uang gulden yang digunakan pada masa penjajahan Belanda.
"Saya awalnya tidak sadar bahwa uang tersebut pernah digunakan di Indonesia. Setelah mencari tahu, ternyata itu adalah mata uang gulden zaman kolonial," ujar Zubaidi, Kamis (29/5/2025).
Kini, pria berusia 50 tahun ini telah mengumpulkan sekitar 250 lembar uang kertas kuno serta ratusan koin dari berbagai negara. Koleksinya mencakup mata uang dari Eropa, Asia, Timur Tengah, hingga Amerika Latin. Salah satu koleksi termahalnya adalah uang kertas 1.000 gulden bergambar wayang, yang diterbitkan oleh Pemerintah Batavia pada tahun 1933 hingga 1939, yang dibelinya dengan harga sekitar Rp 400 juta.
Awalnya, Zubaidi mengaku membeli berbagai jenis uang kuno tanpa memilah-milah. Namun seiring waktu, ia mulai memfokuskan koleksinya pada uang yang pernah beredar di wilayah Indonesia, terutama yang memiliki keistimewaan seperti nomor seri menarik, cetakan keliru, atau edisi terbatas.
"Uang dengan keunikan tertentu biasanya memiliki nilai jual yang tinggi dan bisa dijadikan sebagai investasi jangka panjang," tambahnya.
Tidak hanya sekadar mengumpulkan, Zubaidi juga menelaah sejarah di balik setiap lembar uang yang dimilikinya. Ia menemukan bahwa setiap periode memiliki ciri khas tersendiri. Misalnya, pada masa awal kemerdekaan, Indonesia sempat menggunakan beragam mata uang seperti gulden Belanda, gulden Jepang, hingga Oeang Republik Indonesia (ORI) yang beredar antara tahun 1945 hingga 1948.
Beberapa daerah di Indonesia bahkan sempat mencetak mata uang sendiri, seperti yang terjadi di Bukittinggi, Banten, dan Lampung, yang diduga karena pemerintah pusat saat itu masih belum stabil.
Zubaidi juga menjelaskan perubahan desain uang dari tahun ke tahun. Pada 1957, mata uang lebih banyak bergambar binatang, sementara pada 1959 didominasi motif bunga khas Indonesia. Dekade 1960-an menampilkan wajah Presiden Soekarno, lalu pada 1968 muncul gambar Jenderal Soedirman. Desain mulai bergaya modern dan kental dengan budaya Nusantara ketika produksi uang sudah dilakukan di dalam negeri mulai 1975.
Untuk menjaga kondisi koleksinya, Zubaidi menyimpan uang kuno tersebut dalam album foto khusus agar terhindar dari kerusakan dan jamur. Ia juga sering berburu koleksi baru lewat media sosial maupun dengan mengunjungi kota-kota tua di pesisir utara Jawa yang dahulu ramai sebagai pusat perdagangan di masa penjajahan.
Ketika bepergian ke luar negeri, Zubaidi tetap melanjutkan hobinya dengan mengunjungi pasar barang antik di Eropa dan Asia yang memiliki lembaga sertifikasi keaslian uang kuno.
"Di sana, saya lebih mudah memastikan keaslian dan kondisi uang, meskipun umurnya sudah ratusan tahun," tutup Zubaidi dengan penuh semangat.
Hobi unik Zubaidi ini tidak hanya memberikan kepuasan pribadi, tetapi juga menjadi kontribusi kecil dalam melestarikan sejarah numismatik Indonesia bagi generasi mendatang.(red.a)
Post a Comment