Kediri, panjalu.online – Belakangan, istilah healing menjadi kata kunci yang ramai berseliweran di media sosial. Digunakan oleh banyak anak muda, terutama Gen-Z, istilah ini kini tak hanya menggambarkan proses pemulihan mental, tetapi juga melekat pada aktivitas seperti staycation di villa Instagramable, ngopi cantik, hingga belanja lucu-lucu sebagai bentuk self-reward.
Namun, muncul pertanyaan: apakah semua itu benar-benar bentuk penyembuhan? Atau justru cara lain untuk menghindari rasa tidak nyaman yang tak terselesaikan?
Menurut psikolog, healing sejatinya adalah proses internal yang berkelanjutan. Dilansir dari klikdokter.com, proses ini mencakup pemulihan luka batin dan kesehatan mental secara konsisten—bukan sekadar pelarian singkat dari stres.
Namun di lapangan, istilah healing telah bergeser. Banyak Gen-Z menggunakan istilah tersebut untuk membenarkan keputusan impulsif: menghamburkan uang untuk staycation dadakan, checkout keranjang belanja tanpa pikir panjang, atau hangout demi konten media sosial.
“Ada yang bilang butuh healing, padahal cuma lagi bosan,” ujar Aulia, 22 tahun, mahasiswa asal Kediri. “Begitu pulang dari liburan, capek lagi, stres lagi. Sama aja.”
Fenomena ini makin diperparah dengan tekanan dari media sosial. Tak sedikit yang merasa perlu “healing demi konten”, agar tampak produktif secara emosional, meski jauh dari kenyataan.
Padahal, makna healing yang sesungguhnya lebih dekat dengan refleksi, kesadaran diri, dan keberanian menghadapi luka. Aktivitas sederhana seperti tidur cukup, journaling, meditasi, atau berbincang dengan diri sendiri justru punya efek lebih dalam untuk kesehatan mental.
Bukan berarti semua bentuk self-reward salah. Tapi perlu ada kesadaran: apakah aktivitas itu benar-benar menyembuhkan, atau hanya menyenangkan sesaat?
Jika memang ingin bepergian atau berbelanja sebagai bagian dari self-care, sebaiknya direncanakan matang. Misalnya dengan membuat budget, memilih tempat yang mendukung ketenangan, dan melibatkan teman yang memberi energi positif.
Healing bukan tentang seberapa estetik foto yang dibagikan, tetapi seberapa jujur kita memahami dan memperlakukan diri sendiri.
Sudah saatnya Gen-Z mengembalikan makna self-care dan healing ke jalur yang lebih sehat. Bukan semata gaya hidup, tapi bentuk self-love yang penuh kesadaran dan tanggung jawab.(red.al)
Post a Comment