KEDIRI, panjalu.online – Sungai Parung, salah satu aliran penting di Kota Kediri, kini menghadapi tekanan serius dari berbagai arah. Temuan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Kediri menyebutkan bahwa sungai yang berhulu di Sumber Bulus, Tosaren, itu tengah mengalami kerusakan ekologis yang masif.
Mulai dari pendangkalan ekstrem akibat sedimentasi, pencemaran limbah rumah tangga, hingga bangunan liar yang menggerus sempadan sungai—semuanya menjadi ancaman nyata terhadap fungsi alami sungai tersebut.
“Kami temukan endapan sedimen dengan ketebalan mencapai satu meter di hampir seluruh aliran Sungai Parung,” ungkap Meri Oktavia, Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPR, baru-baru ini. Sedimen itu diduga berasal dari erosi di hulu yang tidak terkendali dan terbawa arus hingga menumpuk di hilir.
Namun, sedimentasi bukan satu-satunya masalah. Limbah cair dan sampah domestik juga mencemari sungai secara terus-menerus. Sampah plastik, popok sekali pakai, hingga sisa makanan dibuang sembarangan ke sungai oleh warga. Tak jarang, pipa-pipa pembuangan rumah tangga mengarah langsung ke aliran sungai.
“Masih banyak warga yang menganggap sungai sebagai tempat sampah. Ini mencerminkan rendahnya kesadaran lingkungan,” tegas Meri.
Dinas PUPR juga menemukan keberadaan bangunan liar yang berdiri di atas sempadan, bahkan melintang di atas sungai. Situasi ini semakin mempersempit ruang alir dan meningkatkan risiko banjir, terutama saat musim hujan tiba. Satu objek telah dilaporkan ke Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas untuk ditindaklanjuti.
Padahal, Perda Kota Kediri No. 3 Tahun 2015 telah dengan jelas melarang segala bentuk pengelolaan sampah yang menyebabkan pencemaran lingkungan. Sanksinya tidak main-main, mulai dari teguran administratif hingga pencabutan izin kegiatan dan denda.
Ironisnya, di tengah krisis tersebut, masih banyak warga yang tampak tenang—seolah tak menyadari bahwa aliran yang mereka gunakan untuk mandi atau bermain air, telah berubah menjadi saluran penuh limbah dan bahaya.
Revitalisasi Sungai Parung, menurut Dinas PUPR, butuh lebih dari sekadar alat berat dan pengedukan. Diperlukan partisipasi nyata dari masyarakat serta penegakan aturan secara tegas untuk mengembalikan fungsi ekologis sungai ini.
Jika tidak, bukan tak mungkin Sungai Parung hanya akan jadi nama di peta—tanpa kehidupan, tanpa harapan.(red.al)
Post a Comment