panjalu.online– Keindahan alam Raja Ampat, permata pariwisata Indonesia di Papua Barat Daya, kini berada di titik rawan. Aktivitas penambangan nikel yang mulai masuk ke sejumlah pulau di wilayah tersebut menimbulkan kekhawatiran akan kerusakan lingkungan yang serius.
Isu ini langsung mendapatkan sorotan dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, yang menyatakan bahwa pemerintah akan mengambil tindakan tegas dan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh kegiatan tambang di kawasan tersebut.
Dalam pernyataan resminya pada Selasa (4/6) di Jakarta, Bahlil menegaskan bahwa pihaknya akan memanggil semua pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), baik dari kalangan BUMN maupun perusahaan swasta, untuk dimintai pertanggungjawaban atas kegiatan eksploitasi yang berlangsung di Raja Ampat.
“Begitu saya kembali dari kunjungan kerja, saya akan langsung menggelar rapat dengan jajaran Dirjen dan memanggil seluruh pemilik IUP. Kami ingin tahu sejauh mana kegiatan itu sesuai dengan regulasi, dan apakah benar telah memperhatikan aspek lingkungan secara utuh,” ujar Bahlil.
Bahlil juga mengingatkan bahwa Papua, sebagai wilayah dengan status Otonomi Khusus, memiliki kedudukan khusus dalam pengelolaan sumber daya alam. Ia menekankan pentingnya menghormati aspirasi masyarakat adat dan menjaga nilai-nilai lokal yang selama ini menjadi bagian dari identitas masyarakat Papua.
“Kita tidak bisa mengelola Papua seperti daerah biasa. Kearifan lokal, hak ulayat, dan lingkungan harus dijadikan pijakan utama dalam pengambilan keputusan. Jangan sampai izin tambang merusak warisan alam yang bernilai tinggi,” katanya.
Seperti diketahui, aktivitas pertambangan nikel telah dilaporkan menyasar pulau-pulau yang masuk dalam kawasan Raja Ampat, seperti Pulau Kawe, Gag, dan Manuran. Beberapa di antaranya bahkan disebut-sebut sebagai habitat penting bagi spesies laut dan burung endemik yang hanya ditemukan di kawasan ini.
Kelompok-kelompok pemerhati lingkungan dan aktivis ekowisata menyerukan agar pemerintah meninjau kembali seluruh perizinan tambang yang ada di Raja Ampat, mengingat wilayah ini bukan hanya aset nasional, tapi juga telah diakui sebagai salah satu kawasan biodiversitas laut terkaya di dunia.
“Raja Ampat bukan sekadar destinasi wisata. Ini adalah rumah bagi ribuan spesies laut dan masyarakat adat yang hidup berdampingan dengan alam. Jika rusak, kita kehilangan lebih dari sekadar pemandangan indah,” ujar seorang aktivis lingkungan dari Papua.
Kini publik menanti langkah konkret pemerintah dalam merespons kekhawatiran ini. Harapan besar disematkan agar kawasan Raja Ampat tetap dipertahankan sebagai kawasan konservasi prioritas, sekaligus simbol komitmen Indonesia dalam menjaga lingkungan hidup di tengah tekanan investasi ekstraktif.(red.a)
Post a Comment