Surabaya,panjalu.online –Tradisi berkurban pada Hari Raya Idul Adha identik dengan penyembelihan hewan bagi umat Islam yang mampu. Namun, makna kurban sejatinya tidak terbatas pada aspek fisik semata. Dalam era digital saat ini, bentuk pengorbanan juga dapat diwujudkan lewat aktivitas di dunia maya.
Supangat, seorang ahli Teknologi Informasi dari Surabaya, mengungkapkan bahwa pada momentum Idul Adha, masyarakat cenderung fokus pada proses menyembelih hewan. Padahal, hakikat kurban adalah kesiapan untuk melepaskan sesuatu yang berharga demi tujuan yang lebih mulia.
“Di zaman digital di mana interaksi dan pekerjaan semakin banyak dilakukan secara online, penting untuk memaknai kurban dengan cara yang lebih luas. Kurban fisik tetaplah penting, namun pengorbanan juga bisa terjadi dalam konteks digital melalui sikap dan keputusan yang membawa manfaat bersama,” ungkap Supangat, Senin lalu.
Ia menambahkan bahwa Idul Adha merupakan waktu tepat untuk merefleksikan berbagai hal yang layak dikorbankan demi kebaikan bersama, seperti waktu luang, perhatian, kenyamanan, atau pilihan yang tampaknya menguntungkan sesaat tetapi berisiko di masa depan.
Dalam dunia teknologi, khususnya pada pengelolaan sistem informasi, konsep kurban bisa diterapkan dalam pengambilan keputusan yang tidak mudah. Misalnya, menolak godaan untuk menyelesaikan proyek dengan cara instan yang bisa mengancam keamanan dan integritas data.
“Mempertahankan kualitas sistem yang aman dan dapat dipercaya sering kali membutuhkan pengorbanan waktu dan sumber daya. Keputusan untuk menjaga integritas ini adalah wujud tanggung jawab profesional yang mungkin tidak terlihat langsung, tapi sangat vital bagi keberlangsungan jangka panjang,” jelas Supangat yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua 3 Asosiasi Pendidikan Tinggi Informatika dan Komputer Jawa Timur (Aptikom).
Lebih jauh, Supangat menyoroti bahwa teknologi bukanlah hal yang sepenuhnya netral. Setiap sistem yang dibuat membawa keputusan manusia, termasuk apakah sistem itu inklusif dan dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat atau justru eksklusif bagi kelompok tertentu.
“Dalam situasi di mana masih banyak daerah yang belum mendapatkan akses internet memadai, penting bagi pengembang teknologi untuk mengorbankan ambisi popularitas demi menciptakan sistem yang adil dan merata. Ini merupakan bentuk pengorbanan dalam menghadirkan teknologi yang tidak memperlebar kesenjangan,” tuturnya.
Selain itu, kehidupan digital juga menghadirkan tantangan baru, seperti waktu yang tersita di depan layar gadget, terganggunya fokus akibat notifikasi yang terus berdatangan, serta kebiasaan melakukan banyak hal sekaligus yang memengaruhi kualitas hubungan sosial.
“Dalam konteks ini, mengurangi gangguan digital bisa menjadi wujud pengorbanan. Mengelola penggunaan teknologi dengan sadar, membatasi akses media sosial pada waktu tertentu, dan menyediakan waktu khusus untuk hadir secara penuh bersama keluarga atau rekan kerja adalah contoh nyata pengorbanan yang relevan dengan kondisi saat ini,” pungkasnya.
Supangat menekankan bahwa meskipun bentuknya berbeda, esensi pengorbanan dalam dunia digital sama pentingnya dengan tradisi fisik berkurban, karena keduanya mendorong nilai-nilai kesadaran, tanggung jawab, dan kepedulian yang lebih besar.(red.a)
Post a Comment