Jejak Sang Ayah: Ozo, Atlet Muda Kediri yang Tembus Pelatnas Atletik Nasional

 


KEDIRI, panjalu.online Perjalanan Muhammad Fauzan Zakariya menuju dunia atletik tak ubahnya seperti mewarisi takdir. Di usia 16 tahun, pemuda yang akrab disapa Ozo ini telah melangkah jauh, menembus Pelatnas (pemusatan latihan nasional) atletik dan mewakili Kota Kediri di ajang Porprov Jawa Timur 2025.

Bakat yang mengalir dari darah sang ayah, Edy Jakariya—mantan pelari gawang nasional yang pernah tampil di Olimpiade—menjadi modal besar Ozo dalam menapaki dunia atletik profesional. Edy kini merupakan pelatih di Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PASI) Kota Kediri.

"Sejak kecil sudah terbiasa ikut ayah ke lapangan. Awalnya cuma ikut-ikutan, lama-lama tertarik dan serius latihan," cerita Ozo sambil duduk santai di tribun VIP Stadion Brawijaya, tempat ia kini sering berlatih.

Namun, proses menuju Pelatnas tentu bukan hal mudah. Ozo sempat mengalami kegagalan saat bertanding di Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN) tingkat provinsi saat duduk di bangku kelas 2 SMP. Alih-alih menyerah, ia mencoba peruntungan di Kejuaraan Nasional (Kejurnas) nomor lari 100 meter gawang—nomor yang baru sekali ia coba. Hasilnya? Emas perdana diraihnya, sekaligus menjadi tiket emas menuju Pelatnas.

“Latihan tekniknya cuma dua kali, sisanya fisik. Tapi alhamdulillah bisa dapat emas,” ungkap pelajar yang baru lulus dari SMP Negeri 5 Kota Kediri dan kini tercatat sebagai siswa SMAN 8 Kota Kediri.

Tak lama setelah kejurnas, Ozo dipanggil untuk mengikuti seleksi Pelatnas. Setelah melalui serangkaian tes ketat, ia resmi bergabung dan mulai berlatih di Pengalengan, Bandung. Di sanalah sebagian besar waktunya kini dihabiskan, jauh dari rumah dan keluarga.

“Di sana saya tetap belajar, tugas sekolah dikerjakan secara mandiri,” katanya. Ia mengaku izin keluar dari area pelatnas sangat terbatas, hanya diberikan untuk alasan kuat seperti hari besar keagamaan atau mengikuti kompetisi resmi.

Saat ini, Ozo tengah mempersiapkan diri untuk Porprov Jatim—ajang olahraga daerah pertama yang akan ia ikuti. Ini sekaligus menjadi batu loncatan penting menuju event nasional yang lebih besar di masa depan.

Meski berlatih di tengah padatnya agenda pelatnas, Ozo tetap menjaga motivasi. Menurutnya, kemenangan adalah dorongan kuat untuk terus berlatih dan berkembang. “Kalau dulu sering ikut lomba tapi nggak pernah menang, sekarang setelah dapat medali, jadi ketagihan juara. Rasa capeknya kalah sama rasa senangnya,” ucapnya sambil tersenyum.

Dia juga menceritakan bahwa titik baliknya adalah saat menyadari pentingnya konsistensi dalam latihan. Ia pernah mengalami latihan ekstrem hingga muntah enam kali dalam sehari. Namun, pengalaman tersebut justru membentuk mentalnya.

“Dari situ saya sadar, kalau mau berprestasi harus serius. Nggak bisa setengah-setengah,” tegasnya.

Ozo menyadari betul bahwa karier atlet bukan hanya tentang bakat, tapi juga dedikasi dan pengorbanan. Kini, setelah Porprov selesai, ia berencana kembali ke Bandung untuk melanjutkan latihan di pelatnas.

“Bapak selalu bilang, saya harus bisa lebih baik dari beliau. Itu yang selalu saya ingat setiap kali latihan,” tutupnya penuh semangat.(red.a)

Post a Comment

Previous Post Next Post