panjalu.online-Salah satu tantangan utama yang kerap membayangi kehidupan petani adalah turunnya harga hasil pertanian saat musim panen melimpah. Kondisi ini sering membuat petani harus menanggung kerugian besar karena hasil jerih payah mereka dihargai sangat murah di pasaran.
Namun, kini angin segar berhembus bagi para petani di Kabupaten Kediri. Hal itu terjadi setelah adanya penandatanganan nota kesepahaman antara Pemerintah Kabupaten Kediri dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, yang tidak hanya membuka akses pasar di ibu kota, tetapi juga memberikan jaminan harga yang stabil bagi produk pertanian dari Kediri.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Kediri, Sukadi, menjelaskan bahwa Pemprov DKI Jakarta tidak hanya membeli hasil panen dengan harga sesuai Harga Pembelian Pemerintah (HPP), tetapi juga memberikan dukungan berupa bimbingan teknis kepada petani.
“Sebagai bentuk nyata kerja sama ini, akan ada 50 hektare lahan percontohan di wilayah Purwoasri untuk pelatihan teknik budidaya padi yang tepat dan efisien. Petani dari berbagai kecamatan di Kediri akan belajar bersama demi meningkatkan kualitas dan produktivitas hasil tani mereka,” ujarnya.
Tak berhenti di situ, Pemprov DKI Jakarta juga akan menyerap hasil panen padi dari sekitar 500 hektare lahan melalui perusahaan daerah milik mereka. Kerja sama ini diharapkan mampu menciptakan kepastian pasar sekaligus memperkuat ketahanan pangan.
Yang lebih membahagiakan, menurut Sukadi, adalah adanya kesepakatan dalam pembelian komoditas cabai. DKI Jakarta berkomitmen membeli cabai dari petani Kediri sebanyak dua hingga tiga kali dalam sepekan dengan volume pengiriman mencapai 300 hingga 700 kilogram per pengiriman.
“Setiap kilogram cabai dihargai Rp 28 ribu secara tetap, tidak mengikuti fluktuasi pasar. Petani akan menandatangani kontrak penjualan, sehingga mereka tidak lagi was-was saat harga pasar anjlok,” kata Sukadi.
Menariknya, Pemkab Kediri juga telah menyusun strategi agar petani tetap bisa memperoleh keuntungan lebih saat harga cabai tinggi. Skemanya, hanya 50 persen dari total lahan yang dikontrakkan ke DKI. Sisanya bisa dijual bebas ke pasar.
“Jadi, ketika harga sedang tinggi seperti bisa mencapai Rp 50 ribu per kilogram, setengah hasil panen masih bisa dijual ke pasar umum. Sebaliknya, saat harga jatuh, mereka masih punya jaminan harga dari kontrak,” jelas Sukadi.
Sukadi menegaskan, petani yang tidak mengikuti sistem kontrak tidak dapat menitipkan hasil panennya. Hal ini penting untuk menjaga keteraturan dan transparansi distribusi.
Dengan terobosan ini, Pemkab Kediri berharap bisa mengatasi permasalahan klasik dalam sektor pertanian, sekaligus memberikan rasa aman bagi petani dalam menghadapi dinamika harga pasar.(red.a)
Post a Comment