Serang, panjalu.online– Kebijakan penggunaan anggaran oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten tengah menuai perhatian publik setelah terungkap bahwa dana sebesar Rp 1,8 miliar telah dialokasikan untuk kebutuhan makanan dan minuman (mamin) pasien di dua rumah sakit yang belum beroperasi.
Dana tersebut dialirkan untuk RSUD Cilograng dan RSUD Labuan, dua rumah sakit milik pemerintah daerah yang hingga kini belum membuka layanan medis karena terkendala sejumlah faktor. Publik mempertanyakan urgensi dan efektivitas penggunaan anggaran yang sudah digelontorkan, padahal belum ada satu pasien pun yang dirawat.
Menanggapi isu ini, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Banten, Ati Pramudji Hastuti, menegaskan bahwa pengadaan konsumsi tersebut merupakan bagian dari persiapan prasarana operasional rumah sakit yang telah direncanakan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
“Pengadaan makanan dan minuman ini dilakukan karena saat itu terdapat informasi bahwa kedua rumah sakit akan mulai beroperasi pada tahun 2024. Maka dari itu, anggaran tidak ditarik kembali karena masih dianggap relevan,” jelas Ati dalam konferensi pers, Jumat (24/5).
Ati juga mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan koordinasi dengan manajemen kedua rumah sakit untuk memastikan kesiapan operasional sebelum melakukan belanja barang. Namun, rencana pembukaan layanan terganjal oleh keterbatasan sumber daya manusia (SDM).
“Di saat bersamaan, kebijakan dari Kemenpan RB melarang adanya perekrutan ASN, sehingga dua rumah sakit ini tidak dapat mulai beroperasi sesuai jadwal,” imbuhnya.
Ironisnya, dalam hasil audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ditemukan bahwa sejumlah produk makanan kering yang telah dibeli mendekati masa kedaluwarsa pada Juni mendatang. Temuan ini menambah panjang daftar pertanyaan publik soal tata kelola anggaran dan perencanaan program kesehatan di provinsi tersebut.
Menanggapi temuan tersebut, Ati menyatakan bahwa makanan yang dibeli merupakan jenis tahan lama, dan pihak rekanan wajib mengganti barang jika ditemukan mendekati tanggal kedaluwarsa. “Dalam kontraknya sudah tertulis jelas, apabila ditemukan produk yang tidak layak konsumsi karena masa simpan, itu harus diganti,” ujarnya.
Sejumlah aktivis antikorupsi dan pemerhati kebijakan publik mendesak pemerintah provinsi agar lebih transparan dan akuntabel dalam menggunakan anggaran, terlebih untuk sektor krusial seperti kesehatan. Mereka menilai, dana sebesar itu seharusnya bisa dialihkan untuk kebutuhan medis lain yang lebih mendesak atau perbaikan fasilitas rumah sakit yang sudah berjalan.
Catatan penting:
Polemik ini menjadi pelajaran penting mengenai perlunya sinkronisasi antara perencanaan anggaran dan kesiapan sumber daya, serta pentingnya kontrol ketat terhadap realisasi belanja publik agar tidak berujung pada pemborosan uang negara.(red.a)
Post a Comment