Saluran Ambles, Petani Menjerit: Uang Negara Menguap di Irigasi Palsu?

KEDIRI,  panjalu.online— Harapan petani di Desa Puhjarak, Kecamatan Plemahan, Kabupaten Kediri, berubah jadi jeritan kekecewaan. Proyek saluran irigasi dari Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI) milik Kementerian PUPR senilai Rp195 juta, yang baru selesai dibangun tujuh bulan lalu, kini ambles, retak, dan rusak parah. Akibatnya, aliran air pertanian terganggu, dan sejumlah petani mulai kesulitan mengairi sawah mereka.

“Airnya sekarang malah bocor ke mana-mana. Bukan nambah lancar, malah bikin ribet,” keluh Mbah Raji, petani senior di desa tersebut.

Proyek yang semestinya menjadi penopang pertanian ini justru berbalik arah: menjadi beban. Ironisnya, saat warga menuntut kejelasan, justru muncul pengakuan mengejutkan dari Ketua HIPPA (Himpunan Petani Pemakai Air), Muharmanto, yang menyatakan bahwa dirinya tidak mengetahui isi Rencana Anggaran Biaya (RAB).

“Kami hanya menjalankan. Soal teknis dan campuran bahan, itu urusan tukang,” ujarnya santai kepada wartawan.

HIPPA Tidak Tahu RAB: Proyek atau Formalitas Pencairan?

Pernyataan Muharmanto memicu kemarahan banyak pihak. Dalam regulasi P3-TGAI, HIPPA bukan hanya pelaksana, tetapi juga pengawas mutu, perencana teknis, dan penanggung jawab pekerjaan. Ketidaktahuan terhadap RAB membuka kecurigaan bahwa HIPPA hanya dipasang sebagai legalitas pencairan anggaran, tanpa kendali riil terhadap proyek.

Menurut Hadi dari LP3-NKRI, pengakuan HIPPA menunjukkan adanya dugaan kuat intervensi dan pengambilalihan proyek oleh pihak-pihak luar.

“Ini bukan proyek partisipatif petani. Ini proyek titipan yang dikemas seolah-olah milik petani. Padahal semua keputusan teknis diatur dari luar,” tegasnya.

Irigasi Rusak, Petani Menanggung Risiko

Petani yang tergantung pada sistem irigasi kini menjadi pihak paling dirugikan. Air tidak mengalir merata, bahkan beberapa titik justru menimbulkan banjir lokal akibat saluran bocor. Dengan musim tanam yang kian dekat, situasi ini menjadi ancaman nyata bagi keberlangsungan produksi pangan lokal.

“Kami sudah rugi waktu dan tenaga. Kalau gagal tanam, siapa yang tanggung jawab?” kata Pak Kardi, warga yang aktif dalam musyawarah desa.

Desakan Audit dan Penyelidikan Terbuka

LP3-NKRI dan masyarakat mendesak agar proyek ini diaudit investigatif oleh inspektorat daerah dan kejaksaan. Mereka juga meminta RAB dibuka ke publik untuk mengetahui ke mana saja dana Rp195 juta tersebut digunakan.

“Kalau proyek sebesar ini rusak dalam waktu kurang dari setahun, itu bukan semata masalah teknis. Itu masalah sistemik,” ujar Hadi.

Catatan Redaksi:

Ketika uang rakyat dihabiskan untuk membangun sesuatu yang rusak sebelum digunakan, maka yang ambles bukan hanya saluran, tapi integritas pengelolaan anggaran publik. Program irigasi seharusnya membangun kedaulatan pangan, bukan menjadi alat bancakan proyek.

Apakah proyek ini benar-benar untuk petani? Atau hanya irigasi palsu yang menyesatkan publik? 

(red:a)

Post a Comment

Previous Post Next Post