Dari Sekadar Hobi, Rajutan Swasti Tembus Pasar Internasional

 


Kediri, panjalu.online –Siapa sangka, hobi merajut yang awalnya hanya untuk mengisi waktu luang kini berubah menjadi ladang rezeki bagi Swasti Farida, warga Desa Tugurejo, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri. Produk rajutan tangan miliknya tidak hanya diminati warga lokal, namun juga telah menyebar hingga ke luar negeri.

Swasti, perempuan asal Sidoarjo, memutuskan menetap di Tugurejo setelah menikah dan mengikuti suaminya. Sebagai ibu rumah tangga, ia memiliki rutinitas mengantar anak ke sekolah PAUD. Di sanalah ia menemukan ketertarikan terhadap kerajinan tangan.

“Saat menunggu anak pulang, saya lihat ibu-ibu lainnya merajut. Saya jadi tertarik ikut belajar,” ujar Swasti.

Awalnya, ia hanya mencoba membuat tas dan dompet untuk kesenangan pribadi. Namun, siapa sangka hasil karyanya itu dibawa temannya dan ternyata langsung laku dijual. Momen itu menjadi titik balik yang mendorong Swasti menekuni kerajinan rajut sebagai usaha.

Semangat Swasti tak berhenti di situ. Ia mulai memproduksi berbagai jenis kerajinan berbasis rajutan sesuai tren pasar, seperti gantungan kunci, sepatu bayi, hingga topi. Ia pun aktif mencari inspirasi dari berbagai media, termasuk YouTube, agar produknya tidak monoton.

Produk-produknya dibuat dari benang milk cotton, bahan premium yang terkenal lembut dan tahan lama. “Kualitas benang ini yang membuat hasil rajutan lebih halus dan nyaman,” jelasnya.

Brand yang ia usung dinamai Swateh, yang kini cukup dikenal, terutama di kalangan pecinta kerajinan handmade. Swasti memasarkan produknya secara daring dan juga melalui bazar UMKM. Salah satu momen penting adalah saat Swateh ikut tampil di Festival Kuno Kini 2025, memamerkan aneka produk mulai dari gantungan kunci seharga Rp 10 ribu hingga tas premium.

Saking tingginya permintaan, Swasti tak bisa lagi bekerja sendiri. Sejak 2016, ia menggandeng lima mitra lokal untuk membantu proses produksi. “Sekarang saya sudah punya tim. Ada yang fokus bikin tas, topi, ada juga yang khusus bikin dompet dan souvenir kecil,” kata Swasti.

Tak hanya dikenal di dalam negeri, produk Swateh juga pernah dipasarkan hingga ke toko oleh-oleh di Australia. Ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi Swasti karena produknya bisa mewakili kreativitas perempuan desa di kancah global.

Pemdes Tugurejo Dorong UMKM Naik Kelas

Pemerintah Desa Tugurejo terus menunjukkan komitmennya dalam mendukung pengembangan UMKM di wilayahnya. Berada tak jauh dari kawasan strategis Monumen Simpang Lima Gumul (SLG), desa ini dinilai memiliki potensi besar untuk menjadi sentra kerajinan dan industri kreatif.

“Potensi desa ini sangat besar, dan kami ingin semua warga punya ruang untuk menampilkan produknya,” tutur Agung Witanto, Kepala Desa Tugurejo.

Salah satu bentuk konkret dukungan itu adalah pelaksanaan bazar UMKM setiap tahun. Kegiatan ini biasanya digelar bersamaan dengan acara bersih desa, sehingga pengeluaran bisa lebih efisien tanpa mengurangi semarak acara. “Biar hiburannya tetap jalan, tapi UMKM juga bisa berkembang,” imbuh Agung.

Antusiasme masyarakat selalu tinggi saat bazar digelar. Banyak pelaku usaha kecil, termasuk Swasti, mengaku meraup untung karena produk mereka lebih dikenal masyarakat luas. Tak berhenti sampai di situ, Pemdes juga mengaktifkan koperasi wanita agar pelaku UMKM tidak perlu bergantung pada pinjaman berbunga tinggi dari rentenir.

“Kalau koperasi hidup, permodalan aman, dan pelaku usaha bisa lebih berkembang,” jelasnya.

Pelatihan-pelatihan seperti pengemasan produk, strategi pemasaran digital, hingga literasi keuangan juga rutin digelar bekerja sama dengan dinas terkait. Harapannya, UMKM lokal bisa lebih profesional dan mampu menembus pasar lebih luas, bahkan global.

“Semua program kami arahkan agar bisa saling mendukung. Ekonomi tumbuh, kreativitas hidup, masyarakat pun sejahtera,” pungkas Agung.(red.a)


Post a Comment

Previous Post Next Post